![]() |
pixabay picture malam |
Hari hampir menjelang isyak
Jalanan nampak lenggang
Pak tua duduk dibangku panjang, termenung
Baju putih tak putih kuning tak kuning lusuh bercampur peluh debu
Angin malam berhembus sedikit kencang
Menyapu jalanan menemani para pedagang kaki lima menunggu pembeli
Nanar mata Pak Tua menatap sendu malam
Suara azan mengumandang dikejauhan
Pak Tua masih duduk menunggu sesuatu entah apa yang ditunggu
Gembolan barang bekas tergeletak disamping Pak Tua dikait bambu coklat panjang kusam
Diremang hening malam kilatan mata tuanya nampak berair
Tubuh kurus tampak tak terurus , kaki keriput terbungkus sandal jepit hitam tak lagi berbentuk
Menunggu apakah gerangan dirimu Pak Tua ?
Lama Aku menatap dari ujung jalan tak beranjak sedikitpun
Bertanya dalam hati, Kenapa berada diantara malam bersanding hembusan angin
Di Seberang Jalan berdiri kokoh tembok tua sekelilingi tanah lapang kosong ditinggalkan
Teringat waktu dulu Aku bermain ditanah lapang bersama teman - teman
Tinggallah memory usang dari puing - puing berserakan
Dimanakah kau duhai kawan semua ?
Kita berpisah tuk berjuang meniti masa depan
Cahaya bulan sendu redup berselimut awan
Gugusan bukit laksana bayangan raksasa hitam menghias malam
Pak Tua masih duduk menunggu sesuatu entah apa yang ditunggu
Hening malam terasa mencekam
Sedemikian parahkah corona menghempas perekonomian ?
Energi resah kegalauan terpendar dalam lingkaran tanpa kesudahan
Tuhan, kapankah semua ini akan berakhir ?
Rintihan panjang dalam tangis dan doa pengharapan
Desahan nafas kami dalam genggaman tangan PerkasaMu
Rintihan malam menambah panjang daftar tanpa kesudahan
Seakan bumi sudah tua renta tak mampu menahan beban nafsu dunia
Seorang Ibu datang membawa bungkusan mengulurkan kepada Pak Tua
Tampak lega wajah Pak Tua mengeratkan ikat bungkusan meletakkan diatas gembolan barang bekas
Merapikan gembolan melangkah terhuyung – huyung menahan beratnya beban
Melangkah pasti menembus malam dengan secercah senyuman
Dingin malam, hembusan angin tak lagi dirasa tubuh ringkih
Sungguh Aku melihat keadilan Tuhan dalam ketidakpahaman
Menghadirkan rasa syukur tiada kesudahan menjadi keajaiban
Tuhan sungguh nikmat yang mana lagi akan kami dustakan
Tubuh ringkih Kau beri kekuatan untuk tidak menyerah pada keadaan
Sejenak Aku tertegun merenung sambil menatap tubuh ringkih hilang dibalik malam
10 Komentar
Turut menikmati puisi, Bu Nita
BalasHapusmakasih om
HapusWaahhh bisa nggak bikin puisi sebagus ini ya saya
BalasHapusBisa bunda
HapusKeren nih puisinya☺️👍
BalasHapusPintere koncoku
BalasHapusBagus Bu Nit Puisinya...
BalasHapusPuisi bernuansa cerita.
Makasih pak
HapusHoreee... sekarang dah bisa masuk, ke blogmu, Mbak Nita. Puisinya keren.
BalasHapusIkut hadir nan menyimak. Asik nih Bu blognya udah dot com :-)
BalasHapus